Recent Posts

Kamis, 25 Agustus 2011

Selalu Tersenyum di Indahnya Pagi

Pagi itu, suasana mendung menutupi langit, membius matahari yang akan bangun dari tidurnya, menghipnotis angin yang menusuk seluruh sudut rumah, derai hujan membasahi seluruh jalanan yang tertutup debu, pagi itu pagi yang sangat buta, suasana hujan deras di ikuti angin kencang yang menggulung-gulung di tengah kesunyian desa. penduduknya, banyak yang lebih memilih untuk berdiam diri lebih lama di bandingkan aktivitas lainnya yang lebih baik, walaupun hanya sekedar sholat berjamaah.

Pagi itu suasana memang tak bersahabat dan menakutkan, suasana yang dalam satu kejap bisa mendatangkan bencana untuk penduduk.

Angin terus begitu kencang meniup ranting-ranting pohon yang sedikit lemah menahan, air hujan membasahi tanah yang masih labil yang bisa kapan saja dapat mengancam mereka. Kalau tuhan ingin memberi desa itu bencana pasti akan langsung terjadi. Longsor, banjir, angin puting beliung dan lain sebagainya akan terjadi jika tuhan sudah menghendaki. Tapi tuhan masih sayang terhadap penduduk karna bencana-bencana yang di perkirakan tidak terjadi.

Hujan berhenti Seketika, angin berhenti berhembus, aliran air di tanah yang labil terhenti ranting-ranting pohon berdiam tak bergerak. Hujan yang mencekam itu berakhir. Kini datang suasana sunyi dengan di sambut suara teriakan bayi yang datang dari arah rumah janda muda yang berumur 27 tahun yang baru di tinggal suaminya 3 bulan lalu. Ternyata Fatimah melahirkan bayi pertamanya. Bayi laki-laki yang ia dambakan kini terlahir dengan selamat, bayi yang bertubuh mungil, berkulit putih, berambut hitam itu terlahir dengan sehat.

Suasana senang menyelimuti Fatimah dan anton, setelah sebelumnya beberapa jam menghadapi kesulitan dalam persiapan kelahiran Fatimah. Menahan rasa sakit di perut Fatimah sebelum bidan datang, Mencari bidan pagi-pagi untuk bisa di panggil ke rumahnya, berhujan-hujanan melawan angin kencang, berlarian di bukit naik turun jalanan bukit. Sampai menyebrang jembatan yang di buat dari anyaman bambu yang sedikit rapuh ketika hujan turun demi sampai ke desa sebrang untuk pergi ke rumah bidan. Kira-kira satu jam anton berlarian hingga akhirnya bisa sampai dan membawa bidan ke rumah Fatimah.

Tapi Suasana yang menakutkan dan kesulitan yang menghadang telah berakhir. kini suasana tersebut berubah menjadi suasana yang menyejukan. suasana sejuk oleh tangisan bayi dan senyuman anton dan Fatimah. Senyuman yang terlihat di antara mereka, tangisan terdengar di rumah mereka. Kini keluarga mereka bertambah. Keluarga dengan suasana baru. Keluarga dengan anggota kakak beradik dan bayi mungil laki-laki yang kelak akan menjadi jagoan yang bisa melindungi keluarga mereka dan berbakti pada keluarga terutama orangtua.

Saat Fatimah menatap anaknya yang ada di sampingnya bersama anton dan bidan yang masih sibuk membereskan semua barang-barangnya. Saat itu Fatimah teringat dengan orang tuanya, lalu dia menatap ke dinding dan melihat foto ayah dan ibunya senyum. Hati Fatimah terasa senang melihat foto itu foto dengan senyuman lebar dan manis yang seakan-akan tidak ada beban. Walau kini orang tuanya telah tiada tapi bagi dirinya mereka masih ada di hatinya yang akan selalu menemani. Tatapan Fatimah begitu dalam ke foto orang tuanya dan dalam hatinya berkata.

“ibu …! Bapak….! Kini cucu pertamamu sudah lahir.. dia sangat manis dan lucu.. aku yakin ibu dan bapak sangat senang melihat cucumu lahir.. dan aku sangat yakin bapak dan ibu bisa lihat di sana.. di tempat terindah sepanjang masa di surga…”

“ibu…! bapak… ! walau kejadian 3 tahun yang lalu membuat kalian pergi. Walau mobil umum yang kau tumpangi membuat kalian telah tiada. Tpi aku dan anton masih bisa merasakan bahwa egkau masih ada di hati kmi. Kasih sayangmu selalu berhembus bersamaan dengan angin yang datang dari bukit sana. Kami akan selalu membuka jendela supaya bisa merasakan angin itu datang kesini dan bisa menyejukan hati kami…”

“ibu…! Bapak…! Walau kalian tidak bisa menjadi saksi dan wali langsung di pernikahan aku. Tapi aku bisa rasakan engkau sudah menjadi wali dan saksi di hatiku dan kini engkau juga menjadi saksi melihat kesaksian cucumu yang lahir sehat. Selamat bahagia ibu.. bapak,,, cucu yang pernah kau harapkan kini sudah lahir ”. Air mata Fatimah terjatuh bersamaan dengan senyuman yang di berikan untuk orangtuanya untuk membuktikan bahwa ia akan menjaga anaknya dan akan menjadi wanita tegar. Lalu Fatimah mencium kening anaknya yang sudah di bersihkan dan di selimuti dengan kain .

Anton terpesona melihat sikap kakanya, anton bisa membaca dan memahami gerak Fatimah yang begitu tulus mencium kening bayinya dengan disertai air mata dan senyuman.

Sementara Fatimah masih sibuk dengan anaknya, anton dan bidan keluar kamar. Mereka membicarakan upah yang harus di bayar anton. Anton membayar bidan dengan tabungan yang dimilikinya hasil bekerja sebagai pelayan warung makanan di desanya. anton bekerja disitu sejak umur 20 tahun dan sampai sekarang yang sudah menginjak umur 23 tahun. Setelah semua pembayaran dilakukan, anton kembali ke kamar fatimah dan bidan kembali kerumah.

Anton berbincang-bincang dengan Fatimah

“aku sudah lupa belum memberi selamat ke kakak.. slamat ya kak,, anak pertamamu sudah lahir, anak laki-laki seperti yang kau inginkan..”

“makasih anton,, saya sangat bahagia sekali dengan anak ku ini dia sangat lucu dan menggemaskan!..”

“iya benar kak dia sungguh lucu..! nanti bayi ini akan di beri nama siapa kak….?”

“nanti kakak akan beri nama bayi ini “fadli arifin”..!

“nama belakangnya ada nama bapaknya ya kak..?

“iya benar. !nama “fadli arifin” adalah nama bayi laki-laki yang di berikan suamiku..! kalau bayi perempuan akan di kasih nama “putri salsalah” tapi karna bayi ini laki-laki jadi aku namakan fadli arifin..!”

“pilihan nama yang bagus”.

“terimakasih anton….”

Perbincangan mereka serasa hangat. Obrolan-obrolan mereka bisa menciptakan kedamaian. Bahkan burung-burung di balik jendela memberikan respon positif dengan memberikan kicauan-kicauan yang indah. Angin yang sejuk masuk menghampiri mereka. Mereka sangat senang dengan datangnya angin sejuk dipagi hari itu mereka yakin angin itu adalah titipan kasih sayang orang tuanya yang sedang menengok anak cucunya. Anton merasa bahagia dengan datangnya pagi itu.

“pagi ini sangat indah sekali ya kak...?”

“iya benar, pagi ini adalah pagi yang sangat indah. angin dari bukit sana terus berhembusan masuk memberikan kesejukan di ruangan ini dan matahari juga begitu indah, senyumnya memberikan kehangatan di ruangan ini”

“iya benar kak,, burung-burung juga berkicau sangat merdu, seperti sedang memberikan nyanyian untuk kita.. “

“iya benar anton..! tuhan memang maha indah yang bisa menciptakan keindahan di pagi hari ini..”

Wajah Fatimah senyum melihat senyum matahari. Mengingatkan dia dengan suaminya beberapa bulan yang lalu. Menatap indahnya pgi hari bersama suami dengan di temani matahari. dan suaminya mengucapkan janji di sebuah taman. dia berjanji akan membina keluarganya dengan baik. Memberikan pedoman-pedoman pada keluarga memberikan tuntunan pada keluarga dan ia juga berjanji akan selalu bersamanya dan kalau anaknya sudah lahir hal yang pertama dia akan lakukan untuk anaknya adalah memberikan kado untuk anaknya, kado itu bukan hadiah kado ulang tahun seperti pada hal yang lainnnya tapi kado itu adalah kado untuk kelahiran anak pertamanya. Tapi entah kado itu apa Fatimah pun tidak tahu, Fatimah akan tahu nanti ketika kelahiran anaknya .

Senyum Fatimah hilang ketika melihat hal yang sebenarnya, suaminya meninggalkan dia, suaminya kecelakaan, truk yang dia bawa untuk menghantarkan barang pabrik keluar kota bertabrakan dengan bus antar kota. dia langsung meninggal di tempat kejadian

Ia meninggalkan Fatimah di saat kandungan Fatimah mulai membesar. Harapanpun hilang seketika. Janji-janji yang pernah terucap kini dihilangkan oleh garis takdir.

Tapi kini Fatimah bisa menerima semuanya, hal yang bisa membuat ia tegar adalah ucapan yang pernah di berikan almarhum suaminya. sebelum meninggal, ketika masih bersama, dia sempat memberikan ucapan.

“kalau aku tidak menempati janjiku seperti waktu itu di taman, kalau aku tidak bisa setia ke kamu, kalo aku tidak bisa selalu bersamamu kalo aku sudah tidak bisa melihat kelahiran anak pertamaku, ku mohon kau jangan marah.. ku mohon kau akan selalu tersenyum..” perkataan itu yang selalu membuat fatimah tegar. Perkataan itu rupanya perkataan terakhir ketika suaminya berpamitan untuk keluar kota. Perkataan itu juga perkataan yang selalu membuat heran Fatimah. Perkataan yang di keluarkan seorang suami dengan begitu serius waktu itu perkataan yang membuat Fatimah khawatir. Hingga akhirnya perkataan itu benar terjadi.

Di kamarnya tersebut Fatimah selalu tersenyum menatap indahnya pagi, Senyum perempuan yang menggambarkan ketegaran, senyum yang mengajarkan ketegaran bagi yang melihatnya. Begitupun anton, dia sangat kagum mempunyai kakak seperti dia, seorang perempuan yang sangatlah kuat dan tegar.

1 bulan berganti… kini Fatimah merubah aktifitasnya, aktifitas yang dulu hanya sibuk dengan mengurus anaknya di kamar berubah, bertambah menjadi pelayan di warung tetangganya, anaknya dititipkan ke tetangganya jika Fatimah mulai bekerja. Dan jika sudah pulang ia menjemput anaknya untuk memberinya ASI.

Dan demi membesarkan anaknya, Aktifitasnya kini semakin bertambah, dari menjaga warung tetangganya sampai juga bekerja kuli cuci, ia akan mencuci jika ada orang yang membutuhannya. Tapi walaupun aktivitasnya bertambah ia tidak lupa dengan anaknya. Ia selalu memberi asi di saat pagi sebelum bekerja. siang dan sore setelah pulang menjaga warung.

Selain kesibukannya dengan anaknya ia juga sibuk menunggu datangnya pagi setiap harinya untuk bisa merasakan titipan salam orangtua dan suaminya, ia akan selalu membuka jendela di pagi hari merasakan kasih sayang orangtuanya melalui angin yang berhembus dan melihat senyuman matahari yang begitu cerah. Ia lakukan semuanya sebelum berangkat bekerja.

Dan kini Menatap indahnya pagi adalah hal yang terindah dalam hidupnya yang bisa merasakan kesejukan di hatinya dan kehangatan kasih sayang. Bisa merasakan orang-orang yang terdekat dengannya dan merasakan kasih sayang dari orang-orang yang dicintainya dulu.

Ia menatap setiap hari pagi itu hingga ia tak sadar bahwa sekarang dia sudah menjadi nenek, bisa menyaksikan anaknya berkeluarga dan bisa mengendong cucu. Bahkan dia mengajak mereka anaknya, menantunya, dan cucunya untuk selalu melihat indahnya pagi dikalah cerah, untuk bisa merasakan kesejukan dan kehangatan dihati. Ia juga bilang bahwa jangan sampai melewati pagi yang cerah dan selalu membuka jendela. Dan akhirnya kini Fatimah hidup bahagia dengan orang-orang yang mencintainya dan selalu di kelilingi dengan orang-orang yang tersayang.

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews